Hal Sel, MataCamera.id – Seorang wartawan bernama Sugandi Ali, yang akrab disapa Gandi, tengah menjadi sorotan publik setelah sejumlah pemberitaannya mengenai kasus di Desa Yaba, Kecamatan Bacan Barat Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dinilai tidak akurat dan bercampur aduk dengan fakta yang sebenarnya.
Dalam salah satu laporannya, Gandi menuduh seorang warga asli Yaba bernama Vera sebagai provokator dalam perselisihan antara masyarakat dan sebuah perusahaan di desa tersebut. Bahkan, dalam medianya, Gandi menulis bahwa Vera menjadi dalang di balik pengeroyokan dua anggota kepolisian yang terjadi pada 20 Januari 2025. Namun, fakta di lapangan membantah tuduhan tersebut.
"Saya keluar dari Yaba pada 10 Januari 2025 untuk mengurus administrasi karena saya lulus PPPK. Kok bisa saya dituduh sebagai provokator? Sementara, saya baru kembali ke Yaba pada 21 Januari," ungkap Vera saat diwawancarai.
Pemberitaan yang dibuat oleh Gandi tidak hanya dianggap keliru, tetapi juga berpotensi merugikan individu yang disebut dalam laporannya. Bahkan, ada dugaan bahwa wartawan memprovokasi warga untuk menggelar aksi demonstrasi terhadap perusahaan terkait.
Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa sebelum menjadi wartawan, Sugandi Ali merupakan anggota sebuah LSM. Namun, ia diberhentikan secara tidak hormat karena sering bertindak di luar tugas dan kewenangannya. Selain itu, informasi menyebutkan bahwa Gandi belum pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang merupakan standar resmi bagi wartawan, terutama dalam bidang jurnalisme investigasi.
Dewan Pers sendiri telah menetapkan standar kompetensi wartawan melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/II/2010 Tahun 2010. Regulasi ini bertujuan memastikan bahwa setiap wartawan bekerja secara profesional dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Atas berita yang telah diterbitkan oleh Gandi, berbagai pihak kini mempertimbangkan langkah hukum karena dugaan penyebaran informasi hoaks yang dapat mencemarkan nama baik seseorang. Dalam konteks ini, Gandi diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur tentang penyebaran informasi palsu dan pencemaran nama baik di ruang digital.
Sejumlah organisasi wartawan dan pengacara dari dua media telah menyatakan akan mengambil tindakan terhadap pemberitaan yang tidak sesuai dengan prinsip jurnalisme tersebut. Kasus ini juga menjadi pengingat penting bahwa wartawan harus berpegang teguh pada kode etik jurnalistik.
Jurnal Halsel