MATACAMERA.ID , Jakarta - Petisi Masyarakat Jakarta Anti-Korupsi (PMJAK) kembali mengguncang Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan aksi unjuk rasa pada Jumat (15/11/2024). Dalam orasinya, PMJAK menuntut lembaga antikorupsi tersebut segera menuntaskan dua skandal besar yang menyeret nama pasangan calon gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno.
Pramono Anung diduga terlibat dalam megakorupsi proyek e-KTP yang telah menjadi sorotan publik selama bertahun-tahun, sementara Rano Karno terseret dalam dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan saat menjabat sebagai Gubernur Banten. Kini, keduanya maju bersama dalam Pilkada Jakarta 2024, membawa bayang-bayang kasus hukum yang belum terungkap tuntas.
"Kami tidak akan tinggal diam," tegas Ketua PMJAK, Hasan Assegaf, saat menyampaikan pernyataan di depan awak media, Sabtu (16/11/2024). Ia menegaskan bahwa PMJAK telah mengirimkan surat resmi kepada KPK pada 6 November lalu, tetapi hingga kini belum ada tanggapan.
"Kami meminta KPK segera memberikan kepastian hukum atas keterlibatan Pramono Anung dalam skandal e-KTP dan Rano Karno dalam kasus korupsi alat kesehatan. Publik membutuhkan transparansi, jangan biarkan ini jadi kasus abu-abu yang menggantung," ujar Hasan dengan lantang.
Hasan juga menekankan bahwa demokrasi yang mahal seharusnya tidak melahirkan pemimpin dengan latar belakang bermasalah. "Rakyat membayar harga mahal untuk demokrasi. Sangat tidak adil jika yang terpilih nanti adalah figur-figur dengan rekam jejak korupsi," ujarnya.
PMJAK berjanji akan menggelar aksi yang lebih besar jika KPK tidak segera memberikan jawaban yang tegas. "Jika keadilan terabaikan, kami akan datang lagi dengan jumlah massa yang jauh lebih besar. Rakyat tidak buta, rakyat ingin kejelasan," ancam Hasan.
Sementara itu, publik terus menunggu langkah KPK. Apakah lembaga antikorupsi ini akan merespons tuntutan masyarakat dan mempercepat proses hukum, atau justru membiarkan bayangan keraguan ini menghantui Pilkada Jakarta 2024?
Situasi ini tidak hanya menjadi ujian bagi integritas KPK, tetapi juga bagi masa depan demokrasi Indonesia. Apakah kebenaran akan menang, atau politik dan kekuasaan akan kembali menjadi panglima?[AZ]